Animator Indonesia, Rini
Sugianto (33 tahun), kembali menggebrak Hollywood dengan hasil karya
animasinya dalam film the Hobbit: the Desolation of Smaug, yang
merupakan bagian kedua dari film trilogi, the Hobbit, garapan sutradara
Peter Jackson. Film the Hobbit ke-2 yang dirilis tanggal 13 Desember di
Indonesia ini kembali menceritakan petualangan Bilbo Baggins dalam
melawan naga bernama Smaug yang telah menguasai harta para kurcaci
.
Merupakan suatu prestasi yang
membanggakan tentunya melihat ada nama orang Indonesia yang ikut
menggarap film yang telah dinanti-nanti oleh para fans di seluruh dunia
ini
.
“Setelah Hobbit yang
tahun kemarin, waktu itu saya ikut kerja di dua film, Iron Man 3 dan the
Hunger Games: Catching Fire yang sekarang sedang main. Setelah selesai
dari Hunger Games, baru mulai terlibat di proses animasi Hobbit 2,”
ujar perempuan yang dalam 3,5 tahun terakhir bekerja sebagai animator
di perusahaan milik sutradara Peter Jackson, WETA Digital, di Selandia
Baru, kepada reporter VOA Indonesia, Dhania Iman, baru-baru ini
.
Sekitar 1,200 karyawan
dikerahkan oleh WETA Digital untuk menggarap film the Hobbit yang ke-2
yang dikerjakan di Selandia Baru. Animatornya sendiri berkisar sekitar
100 orang
.
Tantangan Menggarap Hobbit 2
Rini yang juga ikut mengerjakan
animasi untuk film-film Hollywood seperti the Adventures of Tintin, the
Avengers, Iron Man 3, Planet of the Apes, dan the Hobbit ini mengatakan
bahwa tantangan dalam menggarap film Hobbit yang ke-2 jauh lebih berat
jika dibandingkan dengan film yang pertama. “Mungkin sudah ada Hobbit
pertama sebagai pembandingan. Kita jadi merasa harus selalu lebih bagus.
Jadi pressurenya juga lebih banyak, dan ceritanya sendiri lebih besar
dibandingkan dengan yang pertama,” cerita lulusan S2 jurusan animasi
dari Academy of Art di San Francisco ini
.
Rini Sugianto, animator the Hobbit: the Desolation of Smaug
Rini menghabiskan waktu sekitar
enam bulan untuk menyelesaikan proses animasi film Hobbit yang ke-2 ini.
“Saya kebanyakan ikut mengerjakan di bagian dragon (Smaug). Itu sudah
mulai di bagian terakhir, kata perempuan yang hobi mendaki gunung ini.
“Tapi mungkin jangan dikasih tahu dulu, nanti yang belum nonton malah
jadi spoiler,” sambungnya.
Kesempatan untuk ikut menggarap
animasi film the Hobbit yang ke-1 dan 2 ini bisa dikatakan sebagai suatu
kebetulan yang unik bagi Rini. Pasalnya, Rini memang suka dengan cerita
fantasi the Hobbit dan the Lord of the Rings, yang merupakan
kelanjutannya
.
“Setelah saya nonton film Lord
of the Rings, saya mencoba baca bukunya. Namun, ceritanya terlalu berat
dan bukunya tebal. Akhirnya, karena tidak bisa baca buku Lord of the
Rings, saya mulai baca buku Hobbit, karena Hobbit itu untuk anak kecil
bukunya,” kenang Rini. “Jadi saya familiar dengan cerita di bukunya dan
untuk kerja di filmnya sendiri ada adegan-adegan yang saya merasa ‘oh,
saya pernah baca tentang ini, saya tahu ceritanya’ It’s really cool!”
kata tambahnya.
Walaupun penggarapannya telah
selesai, Rini mengaku dia belum sempat menonton hasil akhirnya. Biasanya
seusai penggarapan, dia dan karyawan WETA lainnya lebih memilih untuk
beristirahat setelah bekerja keras menyelesaikan sebuah film. Rini
mengatakan dirinya bisa bekerja hingga 90 jam dalam seminggu untuk
menggarap film ini. “Sekarang masih pada take a break,” canda Rini
.
Merupakan kebanggaan tersendiri
tentunya ketika namanya muncul di credit title film yang digarapnya.
Usaha, kerja keras, dan jam kerja yang panjang seperti terlupakan.
“Biasanya teman-teman atau misalnya di Internet yang melihat duluan
sebelum saya,” kata Rini sambil tertawa
.
Meskipun film Hobbit yang ke-2
ini baru selesai, WETA saat ini telah memulai penggarapan film Hobbit
yang ke-3. “Ada kemungkinan saya tidak ambil bagian di Hobbit yang
ke-3,” ujar Rini
.
Selandia Baru Rayakan Perilisan Hobbit 2
Perayaan atas selesainya
penggarapan film the Hobbit yang ke-2 ini juga tidak sebesar yang
pertama, di mana pada waktu itu kota Wellington yang merupakan ibu kota
dari Selandia Baru, dihias dengan berbagai dekorasi yang berhubungan
dengan the Hobbit. “Mereka benar-benar bersihin kotanya dan mereka taruh
sculpture (patung) yang besar banget di key point di Wellington. Mereka
membuat patung Gollum yang besar banget dan ditaruh di airport. Terus
ada patung Gandalf besar di teater Embassy (teater tempat penayangan
perdana film Hobbit). Dan mereka mulai pasang sebulan sebelum
premierenya,” cerita Rini
.
Pada waktu itu premier film
Hobbit dilakukan di Selandia Baru, sedangkan premier film Hobbit yang
ke-2 ini dilakukan di Los Angeles. Namun, berbagai promosi tetap
dilakukan di Selandia Baru. “Air new Zealand, maskapai penerbangan dari
New Zealand, pasang gambar Smaugnya. Satu pesawat dilukis. Kalau tahun
kemarin WETA workshop bikin patungnya Gollum dan ditaruh di airport,
sekarang patung Gandalf sama eaglenya yang ditaruh di dalam airportnya,”
papar Rini
.
Berkarya di Hunger Games
Proses penggarapan animasi yang
dilakukan oleh Rini untuk film Hunger Games: Catching Fire cukup
singkat, karena memang WETA tidak mengerjakan film secara keseluruhan.
“Fun banget buat saya. Projectnya sangat pendek, karena kita hanya dapat
satu sequence, jadi tidak satu full film seperti Hobbit. Di hunger
games WETA sendiri mengerjakan bagian yang ada monyetnya. Semuanya
mungkin berkisar tidak sampai tiga bulan,” ceritanya.
Rencana ke Depan
Rencananya sebentar lagi Rini
akan pindah ke Los Angeles untuk berkumpul kembali dengan suaminya yang
dinikahinya pada tahun 2012 lalu.
Karena hal ini Rini terpaksa
keluar dari WETA. “So far hubungan saya dengan department di WETA
lumayan bagus dan mereka juga bilang kalau ada kesempatan lagi, saya
bisa balik ke WETA untuk kerja di proyek yang lain,” kata Rini.
Untuk sementara, di Los Angeles
nanti Rini berencana untuk break dulu dari pekerjaannya sebagai animator
untuk fokus di program mentoring (http://www.flashframeworkshop.com/)
yang sudah dia bina sejak tahun lalu. “Sebenarnya dari setelah wawancara
di koran terutama dengan VOA, saya mulai dapat banyak e-mail dari
teman-teman dan pelajar-pelajar di Indonesia yang tertarik dengan
animasi, dan mau mulai belajar animasi. Mereka banyak bertanya bagaimana
caranya belajar animasi dan mulainya dari mana. Pertanyaannya
kebanyakan sama. Dari situ saya mikir daripada saya jawab satu-satu
mendingan digabung saja, selama saya masih bisa mengajar online atau
kasih kritik online, karena saya di Selandia Baru, why not? Jadi mulai
dari tahun kemarin saya mulai menerima murid untuk program animasi, tapi
sistemnya mentoring. Tidak seperti sekolah yang umum. Dan semuanya
dilakukan secara online. So far, murid kita sudah ada sekitar 10 orang
yang tahun kemarin dan tahun ini kelar satu level. Beginner sama
intermediate,” papar Rini.
Saat ini program mentoringnya
ini masih dikerjakanya sendiri secara part time, karena pekerjaannya di
WETA cukup memakan waktu. Jika nanti sudah berhenti kerja di WETA, Rini
berharap bisa mengembangkan program mentoringnya ini. Salah satu
rencananya adalah mengadakan program beasiswa bagi orang-orang yang
kurang mampu, namun tertarik untuk belajar animasi dengannya. Selain
itu, Rini juga berencana untuk mengadakan beberapa workshop baik di
Jakarta maupun di kota-kota lain di Indonesia.
Rini berharap agar kualitas
animasi di Indonesia semakin meningkat. “Semoga dengan sedikit guidance
dan exposure ke proses pembagian animasi yang biasanya digunakan di luar
(negeri), bisa digunakan oleh para murid pengetahuan itu untuk lebih
berkembang.”
Pesannya untuk para animator muda di Indonesia, “Never give up. There's always a way.”sumber: http://www.mindtalk.com/#!/post/52cf6699f7b73074d70016bc?referer=popular_articles
No comments:
Post a Comment